Merasa Terancam dan Alasan PPKM Sita Jaminan Sengketa Raffles Bali Resort Urung Dilakukan
Bali | Agenda pelaksanaan putusan sita jaminan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar atas objek tanah 29,150 m2 beserta bangunan di atasnya berupa 32 unit villa "Raffles Bali" di Kelurahan Jimbaran, Badung, Bali, dengan pemohon I Nyoman Siang (Penggugat) warga kelurahan setempat, melawan PT Citratama Selaras (Tergugat I) dan PT Jimbaran Hijau (Tergugat II) yang seyogyanya dilakukan pada Jumat (30/7/2021), urung dilakukan.
Pasalnya, Juru Bicara II Humas PN Denpasar Gede Putra Astawa, yang ditugaskan dalam pelaksanaan putusan PN Denpasar yang menetapkan dan mengabulkan permohonan Penggugat, untuk melakukan "Sita Jaminan" atas objek sengketa tersebut, mengaku merasa terancam. Oleh karenanya, Ia meminta, agar proses eksekusi "Sita Jaminan" itu, ditunda.
Gede Putra Astawa mengatakan, penyitaan batal dilakukan, lantaran suasana di lokasi tidak kondusif, terjadi kerumunan massa yang bisa mengancam keselamatan jiwa, sehubungan dengan masih berlakunya PPKM Level 4 di Bali. "Sesuai petunjuk pimpinan, maka eksekusi hari ini, ditunda karena banyak kerumunan, terlalu banyak orang," ujarnya di lokasi objek sengketa.
Mendapat penundaan tersebut, kuasa hukum Penggugat, Achmad Rowa, SH., langsung melakukan protes di lokasi. Akibatnya, sempat terjadi perdebatan dan ketegangan antara kuasa hukum Penggugat, yakni Achmad Rowa, SH.,dari ARM and Partners Law Firm dengan Juru Bicara II Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa dan juga kuasa hukum pihak Tergugat, Agus Samijaya SH dari ASA Law Firm, yang hadir saat itu.
"Alasan Panitera tidak membacakan putusan itu, dalam kondisi tidak terancam. Hanya karena orang banyak, Bapak merasa terancam. Surat pemberitahuan yang dikirimkan kepada kami semua, bahwa akan dibacakan putusan. Bukan undangan dan lainnya. Bapak harus pahami konteksnya itu," tutur Achmad Rowa menjawab alasan dari Gede Putra Astawa.
Mendengar alasan penundaan itu, Achmad Rowa mengatakan, sudah menawarkan solusi, agar pembacaan "Sita Jaminan" hanya dihadiri tiga orang, terdiri dari Panitera, dirinya selaku kuasa hukum penggugat dan Agus Samijaya, selaku kuasa hukum Tergugat. Namun, Ia mengatakan, tawarannya itu ditolak, dan pihak panitera tetap ingin menundanya.
"Padahal Kami tadi sudah tawarkan, Kami bertiga saja, pihak Panitera, Tergugat dan Saya. Tetapi, mereka tetap tidak mau juga. Jadi, ini ada sesuatu yang perlu dan patut Kita pertanyakan," ungkapnya.
"Panitera mengatakan terancam, padahal pada posisi tidak ada yang mengancam. Jadi, ini patut dipertanyakan. Jadi, kan aneh ini. Kecuali, ada yang membawakan senjata, lalu, dia merasa terancam, itu wajar. Lha, ini, tidak ada yang membawa benda tumpul maupun benda tajam," tandasnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Tergugat, Agus Samijaya yang hadir, saat agenda pelaksanaan putusan "Sita Jaminan" tersebut, mengaku penundaan pelaksanaan putusan itu adalah keputusan pihak "Juru Sita" Panitera PN Denpasar yang melihat kondisi situasi di lapangan.
Ia mengaku, pihaknya bukan hanya setuju dengan penundaan itu. Namun, juga meminta agar keputusan "Sita Jaminan" atas objek sengketa tersebut, dicabut. Alasannya, Ia mengatakan putusan tersebut, terbit tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata, baik umum maupun perdata khusus, terutama mengenai syarat, untuk dipertimbangkannya, mengabulkan permohonan "Sita Jaminan".
"Penetapan perkara yang dilakukan majelis dalam perkara Nomor 215/Pdt.G/2021/PN Dps, tidak sesuai dengan syarat-syarat dikabulkannya, sebuah permohonan "Sita Jaminan". Tidak sesuai ketentuan hukum acara pasal 227 HIR/261 RBg tentang "Sita Jaminan" dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5/1975, dan ketentuan dalam Buku Dua Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung RI edisi tahun 2007-2008 pada halaman 80-82," pungkasnya.
"Karena tidak sesuai dengan syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam mempertimbangkan dikabulkannya permohonan "Sita Jaminan" tersebut, maka kami (pihak Tergugat) atas dasar tesebut menyatakan keberatan atas menolak atas penetapan "Sita Jaminan" tersebut dan meminta agar majelis hakim agar mencabut kembali penetapan "Sita Jaminan" itu," tandasnya.
Terkait penolakannya itu, Ia bahkan mengaku telah bersurat kepada Ketua PN Denpasar serta ditembuskan ke Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar, Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung RI, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI di Jakarta. Dalam suratnya, tanggal 29 Juli 2021 tersebut, Ia mengatakan telah menyatakan keberatannya dan meminta agar penetapan sita jaminan tersebut dicabut.
Sementara, Pihak PN Denpasar dikonfirmasi terkait penundaan pelaksanaan putusan sita jaminan itu, melalui Juru Bicara II Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa membenarkan bahwa penundaan dilakukan lantaran kondisi situasi di lapangan yang ramai dan tidak memadainya pengamanan, serta mengingat situasi sedang pelaksanaan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
"Hari ini adalah pelaksanaan untuk peletakan sita tersebut (sita jaminan, red), tetapi karena banyak ada orang dari para pihak, sedangkan situasi dan pengamanan tidak memungkinkan, apalagi adanya situasi PPKM yang mana menghindari kerumunan, maka kegiatan tersebut untuk sementara ditunda, sampai ada pemberitahuan selanjutnya kepada para pihak," terangnya.
Sementara itu, terkait keberatan dan penolakan pihak Terguagat atas penetapan sita jaminan itu, ia pun mengatakan itu menjadi hak dari para pihak untuk menyampaikan keberatan. Dan menurutnya jika majelis hakim yang menetapkan putusan mengabulkan sita jaminan tersebut siap apabila dipanggil untuk memberikan keterangan atas laporan tersebut.
Pengadilan ujarnya lebih lanjut, terbuka atas sikap kritis ataupun keberatan para pihak, sepanjang disampaikan sesuai aturan, yaitu secara tertulis. Apakah penetapan sita tersebut sudah tepat atau tidak, adalah menjadi kewenangan pimpinan untuk menilai, atau oleh pengadilan yang lebih tinggi, jika dilakukan upaya hukum atas putusan itu nantinya.
"Perlu diketahui penetapan sita itu, dikeluarkan oleh Majelis Hakim yg memeriksa perkara tersebut. Dalam hal ini panitera dan juru sita hanya melaksanakan tugas sesuai penetapan sita tersebut. Bahkan terhadap sita jaminan tersebut, sifatnya hanya sementara untuk kepentingan pemeriksaan, bisa saja dicabut atau disita saat putusan akhir. Semua kembali kepada putusan akhir Majelis yang memeriksa perkara," tandasnya. (Dw/ace).


Komentar
Posting Komentar