masukkan script iklan disini
Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa Nur Achmad Affandi diduga telah melakukan penyalahgunaan kewenangan dan menyalahgunakan dana operasional perusahaan untuk investasi yang tidak sah. Dikatakan bahwa Affandi, saat menjabat sebagai Direktur PT Taru Martani, melakukan investasi dalam perdagangan berjangka komoditi berupa kontrak berjangka emas melalui PT Midtou Aryacom Futures, sebuah perusahaan pialang berjangka. Yang menjadi masalah adalah, investasi ini dilakukan tanpa melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang merupakan mekanisme wajib bagi keputusan penting terkait keuangan perusahaan.
Dalam surat dakwaan, JPU menjelaskan bahwa proses pembukaan rekening di PT Midtou Aryacom Futures seharusnya dilakukan dengan syarat adanya surat persetujuan dari pemegang saham dan surat kuasa dari pejabat perusahaan yang berwenang. Namun, terdakwa membuka rekening tersebut tanpa mematuhi prosedur yang berlaku, dan bahkan menggunakan nama pribadinya untuk kepentingan transaksi tersebut. Awalnya, terdakwa menyetorkan dana pribadi sebesar $10.000 sebagai deposit awal, namun kemudian ia memerintahkan agar dana dari kas PT Taru Martani sebesar Rp 10 miliar ditransfer secara bertahap ke rekening pribadinya di perusahaan pialang tersebut.
Menurut JPU, tindakan Affandi melibatkan transfer dana perusahaan secara bertahap hingga mencapai Rp 8,7 miliar. Tindakan ini dilakukan tanpa adanya persetujuan dari RUPS, dan yang lebih penting, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Taru Martani tahun 2022, tidak ada rencana investasi dalam bentuk trading berjangka. Oleh karena itu, tindakan Affandi dianggap sebagai penyalahgunaan dana perusahaan yang berakibat pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 18,7 miliar.
Atas perbuatannya, terdakwa didakwa dengan dua pasal utama. Dakwaan primair dikenakan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan dakwaan subsidair dikenakan berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 18 dari undang-undang yang sama.
Setelah pembacaan dakwaan oleh JPU, Nur Achmad Affandi menyatakan bahwa ia telah memahami isi dakwaan tersebut dan bersama penasihat hukumnya memutuskan untuk tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan yang dibacakan. Hakim kemudian menetapkan sidang selanjutnya akan digelar minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh pihak penuntut umum.
Kasus ini menarik perhatian publik karena PT Taru Martani merupakan salah satu BUMD penting di Yogyakarta yang berperan besar dalam pengelolaan industri lokal, terutama dalam bidang produksi tembakau. Dugaan tindak pidana korupsi ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang melibatkan pejabat BUMD, di mana sering kali dana perusahaan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Proses persidangan yang masih dalam tahap awal ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak fakta terkait penyalahgunaan dana perusahaan dan keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin terkait. Selain itu, hasil dari persidangan ini juga diharapkan dapat memberikan keadilan dan memperbaiki sistem pengelolaan keuangan di tubuh BUMD, agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
( Bayu )