masukkan script iklan disini
Media DNN - Jakarta | Demonstrasi aksi turun ke jalan akan kembali lagi dilakukan oleh para driver on - line R 2 dan R 4. Pasalnya, pemerintah belum merespons tuntutan pengemudi ojek online pada demo aksi 20 Mei kemarin.
Seketaris jendral ( sekjend ) Poros 98 Somad aktivis 98 membenarkan rencana aksi kembali akan dilakukan oleh para driver on line.
Somad disiaran persnya pada Jumat 27/6 juga mengatakan dengan tegas ditengah gempuran teknologi digital dan ekonomi berbasis aplikasi, kita menyaksikan wajah baru dari eksploitasi: driver ojek online dan taksi online dipaksa bekerja tanpa perlindungan hukum yang layak, menghadapi kebijakan sepihak dari korporasi besar seperti Grab dan Gojek, yang rakus mengambil untung sebesar-besarnya dari jerih payah rakyat kecil.
Kondisi ini, kata Somad, bukan hanya persoalan ketenagakerjaan, melainkan telah menjelma menjadi krisis keadilan sosial. Dibalik gemerlap jargon "ekonomi digital", para driver menjadi korban model bisnis predatorik yang menyamar sebagai inovasi.
Somad sekjend Poros 98 melihat kebijakan yang menindas yang dilakukan oleh para perusahaan aplikator melakukan Program - program seperti S1OT, Hemat, dan Aceng hanyalah sebagian kecil dari jebakan sistemik yang memiskinkan driver.
Di atas kertas, program-program ini diklaim memberi insentif. Nyatanya, mereka menjebak driver dalam target-target tak masuk akal, menurunkan nilai argo, dan menciptakan ketergantungan terhadap sistem manipulatif.
Dengan dalih algoritma, perusahaan aplikator secara sepihak menentukan tarif, memotong penghasilan hingga lebih dari 20-30%, dan tetap mengklaim diri sebagai "platform", bukan pemberi kerja. Inilah bentuk perbudakan modern digital. Negara Harus Hadir, Bukan Jadi Penonton
Sangat disayangkan, hingga hari ini tidak ada satu pun undang-undang yang benar-benar mengatur secara khusus hubungan antara driver dan aplikator. Negara justru tampak permisif, bahkan sering kali abai terhadap jeritan jutaan driver.
DPR RI sebagai lembaga legislatif seharusnya menjadi garda depan dalam membela rakyat, bukan berkompromi dengan kepentingan pemilik modal. Sudah saatnya DPR membentuk Pansus Aplikator dan menyusun Undang-Undang Keadilan Digital, yang menjamin perlindungan kerja, transparansi sistem algoritma, dan pengawasan potongan pendapatan.
Desakan kepada Presiden Prabowo
Poros 98 juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto bahwa janji keberpihakan kepada rakyat kecil harus dibuktikan secara konkret. Menteri Perhubungan dan Menteri Tenaga Kerja saat ini gagal menjalankan amanat itu. Mereka diam di tengah penderitaan driver, tidak pernah membela atau bahkan mengakui sistem yang merugikan pekerja.
Poros 98 mendesak agar Presiden Prabowo segera memecat menteri-menteri yang tak berpihak pada buruh digital, dan menggantinya dengan sosok yang berani melawan korporasi besar demi keadilan sosial.
Tangkap Pelaku Pungli Digital!
Lebih dari itu, kami meminta KPK dan Kapolri segera menyelidiki dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh pemilik saham dan manajemen puncak Grab dan Gojek. Skema program seperti Hemat, Aceng, dan Slot bukan hanya bentuk eksploitasi, tapi juga bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang merugikan jutaan rakyat.
Jika pungli dalam birokrasi bisa dipidana, maka pungli digital oleh korporasi juga harus diseret ke meja hijau.
Gerakan Ini Baru Dimulai
Poros 98 menyadari bahwa perjuangan ini tidak mudah. Tetapi kami meyakini, kekuatan rakyat yang terorganisir lebih besar daripada kekuasaan algoritma. Para driver bukan budak mesin. Mereka manusia yang punya hak, martabat, dan layak diperjuangkan.
Kami mengajak seluruh elemen bangsa: mahasiswa, buruh, aktivis HAM, dan media independen untuk berdiri bersama. Ini bukan sekadar soal tarif—ini adalah soal keadilan dan keberpihakan.
Jika negara terus abai, maka perlawanan rakyat tak bisa dicegah. (Bilung Silaen).