masukkan script iklan disini
Media DNN - Bali | Sidang kasus yang menjerat oknum jurnalis I Putu Suardana dari Media CMN yang dilegitimasi PT Citra Nusantara Nirmedia, kembali digelar di Pengadilan Negeri Negara pada Selasa (19/8/2025).
Dalam sidang tersebut di hadapan para Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Regy Trihardianto, SH, MH. Tim kuasa hukum terdakwa tengah membacakan eksepsi (nota keberatan) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sementara dari tim kuasa hukum yang terdiri dari I Putu Wirata, SH., MH., I Made Bandem Dananjaya, SH., MH., I Wayan Sukayasa, ST., SH., M.I.Kom., dan I Ketut Artana, SH., MH. menilai surat dakwaan JPU tersebut mengandung banyak kejanggalan.
"Kasus ini semestinya menjadi kewenangan Dewan Pers sesuai amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan diproses dengan Undang-undang ITE,” tegas I Putu Wirata selaku kuasa hukum.
Menurutnya, ucap Wirata, dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Mengingat tuduhan pidana yang dikenakan dikategorikan sebagai pidana umum, padahal tindak pidana yang didakwakan berada dalam ranah pidana khusus.
Sedangkan menurut tim pembela, dakwaan tidak memuat fakta penting dari keterangan ahli yang justru menguatkan isi berita investigasi yang dibuat Suardana terkait dugaan pelanggaran tata ruang dalam pembangunan di salah satu SPBU yang ada di wilayah Jembrana tersebut.
Perlu diketahui bahwa, fakta di lapangan dimana pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida menemukan adanya tindak pelanggaran sempadan Sungai Ijogading.
Parahnya lagi kendati BWS Bali-Penida telah mengeluarkan Surat Teguran Nomor: UM.01.01/BWS-BP/118 tanggal 4 Juni 2024 kepada pengelola SPBU 54.822.16, karena ditemukan bangunan dinding penahan tanah dan tangga di sempadan Sungai Ijogading tanpa izin sesuai ketentuan namun teguran BWS dianggap angin berlalu.
Dalam penegasannya, tim pembela terdakwa I Putu Suardana mengatakan bahwa terdakwa seorang wartawan bersertifikasi. Ia memiliki kartu pers resmi dan sertifikat wartawan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, serta bekerja pada perusahaan pers yang legal.
Lebih lanjut tim pembela terdakwa mengatakan, I Putu Suardana dalam menulis berita yang di sengketakan sudah sesuai Kode Etik Jurnalistik, dan sebelumnya juga sudah melakukan konfirmasi kepada sejumlah narasumber, termasuk pejabat terkait, serta memberikan ruang hak jawab sebanyak dua kali dan hak koreksi kepada pihak pelapor.
Pertama, melalui jawaban Surat Nomor: CMN/258/IV/2024 tanggal 29 April 2024 atas Somasi I Nomor: 09/GL/25/IV/2024 tanggal 25 April 2024. Kedua, melalui Surat Nomor: CMN/265/V/2024 tanggal 6 Mei 2024 atas Somasi II Nomor: 10/GL/02/V/2024 tanggal 2 Mei 2024. Namun, pelapor tidak menggunakan haknya sebagaimana diatur dalam UU Pers.
“Ini menunjukkan bahwa terdakwa telah memenuhi kewajiban jurnalistik dengan memberikan ruang hak jawab dan hak koreksi, tetapi tidak dimanfaatkan oleh pelapor,” ucap kuasa hukum I Putu Suardana.
Dalam eksepsi, tim hukum menegaskan bahwa penggunaan pasal-pasal dalam UU ITE tidak tepat. Mereka berpegang pada prinsip lex specialis derogat legi generali, bahwa sengketa karya jurnalistik tunduk pada UU Pers.
Kuasa hukum mengutip pula nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri tahun 2022 yang mengatur koordinasi penyelesaian perkara pers, serta Surat Edaran Kapolri tahun 2021 yang menekankan pentingnya mediasi melalui Dewan Pers untuk menghindari kriminalisasi jurnalis.
Sedangkan pelapor, Dewi Supriani alias Anik Yahya menurut tim kuasa hukum terdakwa pelapor hanyalah Komisaris di PT Leoni Karya Mandiri, pengelola SPBU yang diberitakan, sehingga tidak memiliki kewenangan hukum (legal standing) untuk melaporkan terdakwa.
“Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang berhak mewakili perusahaan keluar adalah direksi, bukan komisaris,” jelasnya.
Berdasarkan seluruh keberatan tersebut, tim kuasa hukum meminta majelis hakim menyatakan Pengadilan Negeri Negara tidak berwenang mengadili perkara ini, menyatakan dakwaan batal demi hukum, dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan.
“Apabila majelis hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya,” tutup kuasa hukum dalam eksepsi.
Diakhir sidang, Ketua Majelis Hakim Regy Trihardianto, SH, MH menegaskan, tidak ada permainan uang dalam perkara ini.
"Jika ada yang mengetahui adanya gratifikasi dalam perkara ini tolong segera laporkan", tegasnya.
Selanjutnya, sidang ditunda hingga Kamis, 28 Agustus 2025, untuk agenda berikutnya, sambil menunggu putusan sela dari majelis hakim terkait eksepsi tersebut. (Red).