-->
  • Label

    Copyright © DETIK NUSANTARA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Diduga Menodai Rasa Keadilan, Hakim Ida Ayu Widyarini di PN Labuan Bajo Akan Dilaporkan ke Bawas MA dan KY

    Senin, 15 September 2025, September 15, 2025 WIB Last Updated 2025-09-15T14:39:19Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini




    Media DNN - Jakarta | Labuan Bajo sejak era Presiden Jokowi 2019 telah menjadi salah satu destinasi pariwisata super premium. Tujuan keputusan itu adalah menjadikan Labuan Bajo dengan ikon biawak Komodo menjadi destinasi pariwisata berkelas dunia yang berkelanjutan dan membawa manfaat bagi masyarakat lokal.

    Sejak saat itu berdatangan para investor ke Labuan Bajo, baik dari dalam maupun dari luar negri, serta mulai terlihat perubahan menuju pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat lokal serta perubahan lainnya.

    Seorang warga masyarakat adat di Labuan Bajo, seorang tokoh adat-budaya juga, Mikael Mensen (60), Sabtu (13/09/25) saat diwawancarai awak media menuturkan hal yang cukup berkesan baginya.

    "Saya seorang anggota masyarakat adat dari Labuan Bajo, yang telah lama hidup di tengah-tengah tradisi dan nilai-nilai leluhur kami. Saya percaya pada keadilan, seperti yang diajarkan oleh adat kami – keadilan yang tidak hanya berbicara tentang hukum, tetapi tentang hati dan kebenaran," kata Mikael.

    Dirinya, ingin mendorong pihak berkepentingan untuk melapor hakim ke Bawas MA dan KY. Dimana baru-baru ini Mikael menyaksikan sebuah perkara yang membuat dirinya gelisah, karena seorang hakim yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, tampak seperti kehilangan arah.

    "Beliau (red-hakim) mengadili sebuah kasus sengketa PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang obyek tanahnya seluas 1.500 m². Penggugatnya adalah pihak penjual sendiri, memohon kepada hakim untuk berikan keputusan pembatalan PPJB dengan alasan syarat pelunasan tidak akan terpenuhi karena merujuk surat keterangan BPN bahwa tanah warisannya tidak bisa disertifikatkan karena termasuk area sempadan pantai," bebernya.

    "Karena saya menyaksikan hakim itu tidak sebagaimana seharusnya. Maka saya ingin mendorong pihak yang tampaknya jadi korban melaporkan hakim yang bernama Ida Ayu Widyarini tersebut ke Bawas MA dan KY. Bukannya untuk apa-apa, tapi sebagai kepedulian agar tetap di jalur lurus melayani para pencari keadilan," tambahnya.

    Adapun alasannya adalah sebagai berikut:

    Pertama; barusan beberapa detik pasca sidang PS (Pemeriksaan Setempat) perkara No.19/2025 PN Lbj itu selesai. Dimana salah satu kegiatannya adalah petugas BPN (Pak Max) mengukur luas dan batas tanahnya, hakim itu justru terkesan agar SHM tanah itu segera terbit.

    Padahal gugatan itu diajukan Penggugat karena SHM tidak bisa diterbitkan BPN. Ucapan hakim itu terdengar jelas, "Pa Max.. Pa Max, kapan peta bidangnya keluar?."

    "Siap Bu, sekitar 2 (dua) minggu lagi lah bu," jawab Pak Max.

    Menurut Mikael, bukan dirinya saja yang dengar, tapi beberapa orang di lokasi juga ikut mendengar. Dirinya hadir di sana sebagai pendengar, selain memang sebagai pekerja lembeli tanah itu, Mikael turut mengerjakan pagar batas tanah tersebut pasca PPJB ditandatangani Februari 2024 lalu.

    "Pertanyaan hakim itu memberi saya kesan ada sesuatu dibalik perkara ini. Putuskan gugatan pembatalan PPJB. Mungkin supaya bisa masuknya pembeli lain yang diduga membeli tanah itu lebih tinggi. Padahal agak sulit diterima logika sehat, Kok si penggugat rela tanah hak milik warisan orangtuanya (yang semula berasal dari pembagian tanah adat 1986) hilang karena menjadi area publik (sempadan pantai)," jelasnya.

    Kata Mikael, diduga kuat ini sebuah trik yang merugikan pihak pembeli yang beriktikad baik. "Jangan-jangan hakim itu masuk angin dari konspirasi pembeli yang diduga mau membeli tanah itu, dengan harga yang lebih tinggi dari pembeli dalam PPJB Februari 2024," terangnya.

    Kedua; proses tahapan sidang perkara ini tidak seperti biasanya. Tergugat tidak pernah hadir setelah 2 kali dipanggil secara patut, tetapi sidang terus berlanjut.

    "Ini ibarat hakim itu sebagai wasit permainan volley untuk satu klub tanpa lawan, priit terus bola ke arah ruang lawan kosong sampai 15x, dan priit terakhir 'selesai pertandingan' Kosong tanpa lawan," kata Mikael.

    Sepengalaman dirinya, jika tergugat tidak hadir, maka hakim langsung lakukan putusan verstek berdasarkan isi gugatan. Tentu dengan tetap mengedepankan keadilan. "Artinya, perkara bisa menang Penggugat, tapi juga bisa saja gugatannya ditolak, dan menang Tergugat," ucap Mikael. 

    Karena kesibukan dan halangan Tergugat, ia melalui kuasa hukumnya baru bisa menghadiri sidang PS di lokasi 11 Juli 2025. Terdengar ia sepertinya mencerca kuasa hukum itu,mengapa baru hadir sekarang, dst. Dan kuasa hukum itu akhirnya diakomodir oleh hakim itu untuk bisa ikuti tahapan sidang selanjutnya.

    Ketiga; Mikael mengaku awam hukum. Tapi yang mengherankan adalah, putusan perkara dijanjikan dalam ecourt tanggal 12 Agustus 2025 (begitu Mikael dapat info dari pengacara tergugat), tapi ditunda.

    "Alasan tunda? Untuk lakukan tahapan mediasi. Nah, bagi saya yang awam hukum acara dan berharap putusan cepat, tindakan ini ibarat langkah mundur, tidak ada langkah tegas maju," terangnya.

    "Hal-hal itu semua yang membuat saya heran, dan yang paling utama adalah rasa keadilan dalam nurani saya terusik. Saya melihat ada yang tidak beres, seperti ada kepentingan lain yang bermain di balik hal-hal tersebut," lanjut Mikael.

    "Saya ingat kata-kata leluhur kami: 'Keadilan bukan hanya tentang kertas dan tinta, tapi tentang hati yang bersih dan mata yang melihat kebenaran'. Hakim itu sepertinya lupa akan hal itu. Beliau lupa bahwa keadilan harus dirasakan adil oleh semua pihak, bukan hanya keputusan yang keluar dari mulutnya," tambah Mikael.

    Mikael menyatakan, tidak paham apa yang membuat seorang hakim, yang seharusnya teguh, bisa seperti itu. Apakah karena tekanan? Apakah karena kepentingan yang tak terlihat?

    "Saya hanya tahu, sebagai orang adat, kami menginginkan keadilan yang murni, menginginkan penegak hukum benar-benar menegakkan keadilan," lanjutnya.

    Mikael berharap, ada yang bisa memperbaiki keadaan ini. Ia berharap hakim-hakim kita bisa kembali melihat dengan mata hati, bisa mendengar dengan telinga yang peka terhadap kebenaran. Karena pada akhirnya, keadilan yang benar adalah keadilan yang membuat masyarakat merasa dihormati dan dilindungi.

    "Kami juga akan tetap menghormati para hakim. Saya hanya seorang warga masyarakat adat di Labuan Bajo, tapi saya tahu apa yang saya rasakan. Saya tahu kapan keadilan itu ada, dan saya tahu kapan keadilan itu seperti disia-siakan," ucapnya.

    "Sebetulnya bukan hanya saya berharap begitu, tetapi semua anggota masyarakat yang membutuhkan keadilan. Dimana para masyarakat mencarinya di ruang pengadilan," tutup Mikael penuh harapan. (red).
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini