masukkan script iklan disini
Foto : Bupati Adi Arnawa menghadiri sekaligus mengikuti prosesi tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon atau Siat Tipat Bantal di Pura Desa dan Puseh Kapal, Senin (6/10).
Media DNN - Bali | Bertepatan dengan Rahina Purnama Sasih Kapat, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa bersama Ketua TP. PKK Kabupaten Badung, Nyonya Rasniathi Adi Arnawa, menghadiri sekaligus mengikuti prosesi tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon atau Siat Tipat Bantal yang digelar oleh Desa Adat Kapal, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, bertempat di Pura Desa dan Puseh Kapal, Senin (6/10).
Tradisi ini diselenggarakan bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat, yang secara turun-temurun diyakini sebagai momentum sakral bagi masyarakat setempat.
Setelah melakukan persembahyangan Bupati Adi Arnawa secara antusias turut serta bersama Krama Desa Adat Kapal dalam prosesi siat tipat. Kehadiran pemerintah menjadi wujud dukungan terhadap pelestarian adat, tradisi, dan budaya Bali. Pada kesempatan tersebut Bupati juga menyerahkan punia sebesar Rp. 30 juta. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Camat Mengwi I Nyoman Suhartana beserta unsur Tripika Kecamatan Mengwi, Lurah Kapal I Nyoman Adi Setiawan, Bendesa Adat Kapal Ketut Sudarsana, serta sejumlah tokoh masyarakat.
Bupati Adi Arnawa menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap masyarakat Desa Adat Kapal karena tradisi turun-temurun dari leluhur sampai sekarang masih terjaga dan dilestarikan. Dirinya menegaskan makna penting tradisi ini dan berharap kedepan selalu menjaga dan melestarikan apa yang menjadi warisan leluhur.
“Kegiatan ini adalah kegiatan yang rutin diadakan setiap tahun dan ini menjadi tradisi yang dilaksanakan oleh Desa Adat Kapal. Secara niskala, ini menjadi bukti bahwa kita subakti dengan Ida Hyang Parama Kawi. Secara sekala, ini adalah bentuk bagaimana paguyuban, kekompakan, dan gotong royong dari masyarakat Desa Adat Kapal. Saya berharap kegiatan yadnya seperti ini bisa terus berlanjut sebagai wujud komitmen kita menjaga adat dan budaya Bali,” ungkapnya.
Tradisi Siat Tipat Bantal tidak hanya dimaknai sebagai ritual sakral yang mengandung nilai religius, melainkan juga sebagai instrumen penguatan solidaritas sosial masyarakat. Prosesi ini sekaligus merepresentasikan bagaimana nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan harmoni tetap relevan serta mampu memperkuat jati diri masyarakat Bali di tengah dinamika modernitas.(hms/dw).