-->
  • Label

    Copyright © DETIK NUSANTARA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Beras Impor Masuk Bebas ke PT Usaha Kiat Permata, Bea Cukai Diduga Tutup Mata

    Jumat, 14 November 2025, November 14, 2025 WIB Last Updated 2025-11-14T08:38:40Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini



    Media DNN - Batam | Bebasnya arus masuk beras impor ke Kota Batam tanpa pengawasan ketat dari instansi terkait, khususnya Bea Cukai dan Dinas Perdagangan, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keberlangsungan sektor pertanian nasional. Ketidaktertiban distribusi ini tak hanya mengancam stabilitas pasar beras lokal, tetapi juga langsung menghantam petani dalam negeri yang menggantungkan hidup pada hasil panen.

    Kondisi ini jelas bertentangan dengan "Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan", yang menegaskan bahwa negara wajib melindungi produksi pangan dalam negeri dan menjamin kesejahteraan petani sebagai produsen utama. "Pasal 3" UU tersebut menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, efisiensi, dan daya saing produksi nasional.

    Lebih tegas lagi, "Pasal 14 ayat (2)" menyatakan, “Pemerintah wajib mengatur dan mengawasi impor pangan agar tidak merugikan kepentingan produsen dan konsumen dalam negeri.” Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: lemahnya pengawasan justru membuka ruang bagi penyimpangan serius seperti "pengoplosan, repackaging ilegal", hingga distribusi tidak transparan—yang pada akhirnya merugikan konsumen, melemahkan pasar lokal, dan mengancam ketahanan pangan nasional.

    Temuan tim media di gudang PT Usaha Kiat Permata, Komplek Megacipta Industrial Park Blok E No. 1, Batu Ampar, mengungkap dugaan pengoplosan beras Bulog atau beras impor asal Vietnam dan Thailand. Aktivitas menggunakan mesin besar dengan puluhan karyawan yang menjahit ulang karung plastik di area produksi. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana aktivitas terang-terangan seperti ini bisa luput dari pengawasan aparat penegak hukum?

    Saat dikonfirmasi via WhatsApp terkait dugaan pengoplosan beras, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Mardani dan Kepala Disperindag Dr. H. Gustian Riau, BSc, SE, M.Si, memilih bungkam. Tak ada klarifikasi atau bantahan hingga berita ini diturunkan. Sikap diam ini menimbulkan pertanyaan apa yang sebenarnya ditutupi? Sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pengawasan pangan, ketertutupan justru memperkuat dugaan pembiaran.

    Saat ditemui tim wartawan, seorang pria bernama "hartono" yang disebut-sebut sebagai pemilik gudang memberikan pernyataan mengelak. Ia mengaku tidak mengetahui aktivitas apa pun yang berlangsung di dalam gudang dengan alasan sedang berada di Tanjung Pinang. Pernyataan ini justru memperkuat dugaan bahwa aktivitas ilegal tersebut sengaja ditutupi dan tidak transparan.

    "Ketika didesak terkait keberadaan mesin di dalam gudang serta aktivitas mencurigakan berupa pembukaan karung beras, pengisian ulang ke dalam karung merk berbeda, hingga proses penjahitan ulang, "hartono" kembali menjawab tidak tahu.

    Pernyataan ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Sebagai pemilik gudang, semestinya "hartono" mengetahui dan bertanggung jawab atas segala aktivitas operasional yang berlangsung di dalamnya. Ketidaktahuan yang ia sampaikan justru memperkuat dugaan bahwa ada upaya menutup-nutupi kegiatan yang diduga melanggar hukum.

    Aparat Penegak Hukum (APH) dan instansi terkait diminta tidak tutup mata dan segera menyelidiki dugaan pelanggaran di gudang PT Usaha Kiat Permata. Tumpukan beras impor dalam jumlah besar menimbulkan pertanyaan: dari mana asalnya? Apakah legal dan memenuhi prosedur Bea Cukai, izin edar, serta sertifikasi? Jika terbukti melanggar, penindakan tegas tanpa kompromi wajib dilakukan. Gudang berskala besar tanpa pengawasan mencerminkan lemahnya kontrol dan potensi permainan mafia beras di Batam.

    Gudang Beras PT Usaha Kiat Permata Pernah Digerebek Mabes Polri Terkait Pengoplosan Beras

    Gudang milik "PT Usaha Kiat Permata" yang berlokasi di "Komplek Pergudangan Industrial Park Blok E No. 1, Batam", ternyata bukan pertama kalinya menjadi sorotan. Pada tahun "2017", lokasi ini "pernah digerebek oleh Subdit I Direktorat Ekonomi Baintelkam Mabes Polri" terkait dugaan kuat "praktik pengoplosan beras".

    Penggerebekan saat itu dipimpin langsung oleh "AKBP Kurniawan" bersama tiga anggota, dan turut didampingi oleh pejabat tinggi dari Polda Kepri, yakni:  
    -"Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Budi Suryanto, SH, M.Si"
    -"Dirintelkam Polda Kepri, Kombes Pol Musa Tampubolon, SH, S.I.K., M.Si"

    Pengungkapan kasus tersebut menunjukkan bahwa aktivitas mencurigakan di gudang tersebut "bukan kejadian baru", melainkan pernah menjadi perhatian serius aparat penegak hukum di tingkat pusat maupun daerah.

    Kini, dengan munculnya kembali dugaan praktik serupa di lokasi yang sama, publik patut bertanya:  
    "Apakah pengawasan selama ini lemah? Mengapa lokasi yang pernah ditindak kembali beroperasi dengan modus serupa? Dan sejauh mana komitmen aparat dalam mencegah pengulangan pelanggaran ini?

    "Jika dibiarkan, praktik ini berpotensi menciptakan krisis kepercayaan publik, menghancurkan harga pasar, merugikan petani lokal, dan memberi celah bagi mafia beras memperluas jaringan ilegalnya. Pembiaran sama saja dengan membuka pintu lebar bagi kejahatan pangan terstruktur."

    "Hingga berita ini ditayangkan, tim wartawan "Detik Nusantara News" bersama warga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Ditreskrimsus Polda Kepri, untuk segera bertindak tegas dengan menangkap pelaku dugaan pengoplosan beras impor di gudang Blok E No. 1, milik Akiang alias Hartono, yang beroperasi di bawah bendera PT Usaha Kiat Permata."

    Masyarakat juga meminta "Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), BPOM, dan instansi terkait lainnya" segera turun ke lokasi guna merespons keresahan warga atas aktivitas mencurigakan yang telah lama berlangsung namun luput dari pengawasan.

    Beras hasil oplosan tersebut "diduga kuat disebarkan secara ilegal", tidak hanya di wilayah Kota Batam, tetapi juga "menyebar ke luar pulau dan daerah sekitarnya", sehingga berpotensi merusak tatanan distribusi pangan dan merugikan konsumen secara luas.

    "Ketegasan aparat dan transparansi instansi terkait sangat dinantikan publik." (FS). 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini