Gb. Ilustrasi.
Media DNN - Jatim | Program pemerintah melalui Kementeian Pertanian RI Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, M.P., tentang pupuk bersubsidi kembali tercoreng.
Pasalnya, sejumlah petani di Kampung Baru, Kelurahan Bulusan, mengaku kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi meski pemerintah pusat telah menegaskan kemudahan akses cukup dengan menunjukkan e-KTP. Namun fakta di lapangan justru berbanding terbalik.
Perlu diketahui, sulitnya petani kecil membeli pupuk bersubsidi ini terjadi di wilayah Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dan hal ini kuat dugaan adanya permainan antara penjual dengan pihak lain, hingga membuat petani kecil hanya bisa gigit jari.
Secara terpisah, Mahalik, yang merupakan warga Bulusan juga membeberkan pengalamannya saat hendak membeli pupuk bersubsidi di kios pupuk Kelurahan Kelatak. Bukannya dilayani, justru dirinya diarahkan untuk mendaftar melalui kelompok tani terlebih dahulu.
Lebih lanjut Mahalik mengatakan bahwa, yang lebih mencengangkan ada seorang petugas Dinas Pertanian khusus Wilayah Bulusan/Ketapang beranama Ibu Elik melalui pesan singkat WhatsApp ia menyampaikan bahwa, "Mahalik baru bisa mendapatkan pupuk bersubsidi jika masuk kelompok tani pada tahun 2025, dengan realisasi pupuk baru akan diterima pada tahun 2027." Tuturnya.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar: untuk siapa sebenarnya pupuk bersubsidi ini diperuntukkan?
Dan guna untuk mendapatkan kejelasan tentang regulasi pembelian pupuk bersubsidi untuk petani kecil khusunya di wilayah Banyuwangi, selanjutnya Mahalik meminta klarifikasi kepada Kepala Dinas terkait di Banyuwangi namun jawaban yang diterima justru memperkuat dugaan adanya kekacauan sistem distribusi. "Disebutkan bahwa pendaftaran pupuk bersubsidi untuk alokasi 2026 telah ditutup dan sudah diajukan ke pusat." Ucapnya.
Ironisnya, dari sejumlah informasi yang dapat dihimpun di lapangan justru dikabarkan pupuk bersubsidi habis sebelum petani kecil sempat mengaksesnya.
Lebih jauh, warga juga menyoroti keberadaan kelompok tani di Bulusan yang dipimpin inisial S. Berdasarkan keterangan warga, banyak anggota kelompok tani tersebut diduga tidak memiliki lahan pertanian aktif, namun tetap tercatat sebagai penerima jatah pupuk bersubsidi.
Kondisi ini memperkuat dugaan adanya manipulasi data RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang seharusnya menjadi dasar penyaluran pupuk subsidi.
Disisi lain sejumlah warga Bulusan juga mengaku berulang kali ditolak saat hendak membeli sisa jatah pupuk bersubsidi dengan alasan kuota telah habis. Bahkan, mereka diminta menunggu hingga Januari 2026. Ironisnya, para petani tersebut masih aktif menggarap lahan dan sangat membutuhkan pupuk untuk keberlangsungan tanam.
Sedangkan dari kesaksian warga Paliran semakin memperkeruh situasi. Yang mana seorang warga mengaku melihat langsung Ketua Gapoktan wilayah Bulusan Ketapang mengeluarkan pupuk bersubsidi dalam jumlah besar dari kios pupuk di Jalan Lingkar Ketapang pada pagi hari, menggunakan kendaraan jenis L300." Terangnya.
Fakta ini memunculkan dugaan kuat bahwa pupuk bersubsidi tidak sepenuhnya disalurkan kepada petani kecil sebagaimana mandat pemerintah, melainkan diduga dialihkan atau dipermainkan oleh oknum tertentu.
Atas kondisi ini, warga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), Inspektorat Daerah, serta Satgas Pangan Polri untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh. Mulai dari audit kios pupuk, verifikasi data kelompok tani, hingga penelusuran alur distribusi pupuk bersubsidi di wilayah Kalipuro.
Jika dugaan ini terbukti, tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan berpotensi merugikan keuangan negara dan menyengsarakan petani kecil.
Hingga berita ini dipublikasikan, pengelola kios pupuk, serta instansi terkait belum memberikan klarifikasi resmi.
Dan masyarakat berharap aparat tidak menutup mata dan segera mengusut tuntas agar pupuk bersubsidi benar-benar kembali ke tangan petani yang berhak, bukan menjadi ladang permainan segelintir oknum. (Tim).
