Media DNN - Batam | Fakta mencengangkan terungkap adanya aktivitas dugaan pencucian pasir ilegal di kawasan "Bida Asri 3, Kecamatan Nongsa, Kota Batam" kembali mencuat, memicu keresahan di kalangan warga. Yang mana dump truk dan lori silih berganti mengangkut pasir, hal ini memicu kerusakan parah pada infrastruktur jalan yang kini becek dan berlumpur.
Kegiatan ini berlangsung diduga tanpa izin resmi, tanpa papan informasi, dan tampak berjalan tanpa pengawasan, seolah kebal hukum. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran atau keterlibatan oknum di belakangnya.
Sementara itu, pantauan awak media mengungkap lokasi pencucian pasir di Bida Asri 3 dipenuhi tumpukan pasir merah. Aktivitas keluar-masuk lori truk roda enam berlangsung hampir setiap hari, tanpa adanya kontrol dari aparat terkait.
Situasi ini mengindikasikan adanya pembiaran atau bahkan perlindungan dari pihak tertentu yang mengabaikan kerusakan lingkungan dan keresahan warga.( 5/12/2025)
'Selain itu, warga setempat serius mempertanyakan dampak lingkungan dari aktivitas ini. Mereka mengkhawatirkan bahwa pencucian pasir ilegal tidak hanya merusak jalan, tetapi juga mencemari air permukaan dan mengancam keseimbangan ekosistem di sekitar permukiman.
“Jangan beri kesempatan pada mafia ilegal untuk merusak kampung kami! Kami minta pelaku pencucian pasir ilegal segera ditindak tegas!” ujar salah seorang warga dengan nada frustrasi.
Kegiatan tambang dan pencucian pasir ilegal yang terjadi di kawasan Bida Asri 3, Nongsa, Batam bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi telah masuk dalam kategori tindak pidana lingkungan hidup dan pengrusakan tata ruang yang diatur jelas dalam berbagai regulasi nasional. Para pelaku mulai dari pemilik modal, operator lapangan, hingga oknum yang memberi perlindungan dapat dijerat melalui beberapa pasal dalam Undang-Undang
Dasar Hukum Tegas Untuk Aktivitas Tambang dan Pencemaran Ilegal
Mengacu pada "UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja mencemari atau merusak lingkungan dipidana 3–10 tahun penjara dan denda Rp3–10 miliar. Pasal 99 Mengatur sanksi atas perbuatan yang membahayakan kesehatan manusia akibat pencemaran lingkungan.
Serta UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal 158 Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
Aktivitas pencucian dan penambangan pasir ilegal harus segera ditindak karena melanggar kedua undang - undang ini secara serius. Mengatur hukuman bagi mereka yang merusak benda milik umum, termasuk infrastruktur dan lingkungan, dengan ancaman pidana hingga 2 tahun 8 bulan.
Tindakan Tegas Diharapkan, masyarakat menuntut agar aparat, khususnya Polda Kepri, BP Batam, dan Dinas Lingkungan Hidup, segera melakukan tindakan nyata. Tidak cukup hanya menyegel atau menyita alat berat pemodal dan cukong besar yang mengeruk keuntungan dari kerusakan lingkungan harus ditangkap dan diadili.
Jika praktik ilegal ini terus dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga akan merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Kepri.
Sedangkan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam melindungi aktivitas pencucian pasir ilegal di kawasan Bida Asri 3, Kecamatan Nongsa, Batam, semakin menguat.
Informasi dari warga menyebutkan adanya oknum yang mengaku wartawan berinisial JAG atau dikenal dengan nama, Jagurduk alias Pah, yang diduga menjadi pelindung usaha ilegal tersebut.
Adapun modus perlindungan oknum ini diduga bentuk penyalahgunaan profesi demi kepentingan pribadi dan menghalangi penegakan hukum. Jika benar terlibat, tindakan ini mencoreng profesi jurnalis dan termasuk "obstruction of justice".
Masyarakat mendesak Polda Kepri dan Dewan Pers menyelidiki peran oknum tersebut dan menindak tegas jika terbukti, termasuk sanksi etik. Aktivitas ilegal yang ditutupi pagar profesi tidak boleh dibiarkan.
Hasil investigasi mengungkap aktivitas pencucian pasir ilegal di Bida Asri 3, Kecamatan Nongsa, Batam, diduga tanah berasal dari Bukit Tengkorak dikeruk menggunakan excavator dan diangkut dengan dump truck roda 6.
Tanah-Tanah tersebut diangkut dimalam hari kemudian dicuci di siang hari untuk menghindari pantauan publik dan aparat. Kegiatan ini jelas bukan aksi individu, tetapi terorganisir secara sistematis dan diduga mendapat perlindungan dari oknum aparat atau pihak berpengaruh. Dampaknya nyata: kerusakan lingkungan, pencemaran wilayah pemukiman, serta keresahan warga sekitar.
Warga mendesak aparat dan instansi terkait segera bertindak sebelum kerusakan makin meluas dan hukum semakin dipermainkan. Kondisi pencucian pasir ilegal di Bida Asri 3 mendesak penegakan hukum yang lebih efektif.
Warga dan aktivis lingkungan menegaskan bahwa jika aparat hanya menindak pekerja lapangan tanpa menyentuh pemodal utama dan beking di belakangnya, maka sama saja membiarkan kejahatan lingkungan terus berlanjut.
“Kami minta Polda Kepulauan Riau segera bertindak..! Tangkap pemodalnya, usut siapa bekingnya. Jangan hanya buruh kasar yang dijadikan tumbal !,” tegas seorang warga yang menolak disebutkan namanya.
Desakan kepada aparat hukum juga disampaikan kepada "BP Batam", yang dinilai lalai menjalankan fungsinya. Masyarakat meminta agar BP Batam segera turun ke lapangan untuk memverifikasi status lahan yang dikhawatirkan merupakan kawasan konservasi atau zona lindung yang disalahgunakan. “BP Batam jangan tutup mata! Jangan hanya tegas terhadap pedagang kecil, tetapi bungkam ketika bisnis besar ilegal merusak lingkungan,” tegas seorang tokoh masyarakat.
Keberlanjutan dari tindakan tegas sangat dinanti. Jangan biarkan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jika tidak ada respon nyata dalam waktu dekat, maka kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akan terus terkikis. Masyarakat Batam menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji, untuk melindungi lingkungan dan memastikan keadilan bagi warga yang terdampak. (FS).
