Media DNN - Jakarta | Badan Reserse Kriminal Polri gelar perkara Laporan Polisi Muhamad Syair (MS), cucu Haku Mustafa (alm. wakil fungsionaris adat Nggorang /Labuan Bajo) di Jakarta, Selasa (16/12/25). Gelar perkara itu tentang Laporan Polisi (LP) dugaan pidana pemalsuan dokumen surat (pasal 263 ayat 1 dan 2).
Dugaan ini adalah surat pembatalan hak atas tanah yang ditandatangani kakeknya alm.Haku Mustafa, (wakil fungsionaris adat) 17 Januari 1998. LP-nya di Polres Manggarai Barat tertanggal 3 Oktober 2024. Dan juga LP dari Pelapor atas nama Johanis van Naput (anak alm.Nikolaus Naput) perihal yang sama di Polda Kupang.
Surat pembatalan itu adalah tertanggal 17 Januari 1998 terhadap tanah 16 hektare yang dibeli oleh Nikolaus dari Nasar Bin Supu Naput sebagaimana dalam surat 10 Maret 1990.
Surat pembatalan tersebut dipakai sebagai salah satu bukti Penggugat (Muhamad Rudini) dalam sidang barang perkara 11 ha ahli waris Ibrahim Hanta tanggal 14/08/2024, Perdata No.1/Pdt.G/2024/PN.Lbj. Dimana ahli waris Niko Naput sebagai Tergugat-nya yang pada 2017 menggunakan surat 10 Maret 1990 itu untuk buat SHM seluas 5 ha lebih, untuk dirinya diatas tanah Penggugat.
Perkara no.1/2024 kini sudah inkrah dari Mahkamah Agung 8 Oktober 2025, sah milik ahli waris IH ( Muhamad Rudini, Suwandi Ibrahim, dkk). Dan Terlapor LP ini adalah Muhamad Rudini dkk.
Dalam gelar perkara Selasa (16/12/25), hadir Muhamad Syair, Johanis van Naput (anak alm.Nikolaus Naput), Reskrim Polres Manggarai Barat, Reskrim Polda NTT. Sementara terlapor hadir didampingi Kuasa Hukumnya, Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, Dr. Rizal Akbar Maya Poetra, Drs. Dwi Setyadi, S.H., M.Hum, Dr (c) Indra Triantoro, S.H., M.H, I Nyoman Pasek, S.H., dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm & Partners.
Dari gelar perkara ini, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut;
Fakta Pertama, Pada sidang bukti dokumen Perkara no.1/2024 dokumen 14 Agustus 2024 di PN Labuan Bajo itu, Muhamad Syair (Pelapor) tidak melihat dokumen surat pembatalan itu, dan bukan pihak dalam perkara. Surat pembatalan itu ditandatangani kakeknya yang sudah almarhum bersama alm. Ishaka selaku Ketua Fungsionaris adat.
Fakta Kedua, Pelapor juga mengakui tidak pernah melihat asli dari surat 10 Maret 1990 (16 hektare) dan juga tidak bisa memberikan informasi apakah ada ada file tembusan/arsip di Kantor Camat Komodo atau Kelurahan Labuan Bajo.
Fakta ketiga, Para Pelapor tidak dapat menyebutkan berapa kerugian yang dideritanya dengan surat pembatalan 1998, yang ditandatangani oleh almarhum kakeknya (alm. Haku Mustafa). Hal ini karena disebutkan bahwa, tanah itu bukan miliknya dan karena sudah dibeli oleh Santosa Kadiman melalui PPJB Januari 2014. Dimana penjualnya adalah Nikolaus Naput (ayah Johanis van Naput). Sehingga dipastikan pelapor tidak mengalami kerugian.
Fakta keempat, dari laporan hasil pemeriksaan pejabat satgas Mafia Tanah Kejagung RI 23/8/24 dan 23/09/24, setelah memeriksa semua pihak (sekitar 14 orang) termasuk anak Nikolaus Naput, oknum BPN, Camat Komodo serta Lurah Labuan Bajo. Ditemukan fakta bahwa semua terperiksa, termasuk anak Nikolaus Naput, tidak dapat menunjukkan asli surat alas hak 10 Maret 1990 dari Nasar Bin Supu tersebut.
Dihadapan Satgas Mafia Tanah Kejagung RI, BPN sendiri mengakui bahwa tidak ada asli surat alas hak 10 Maret 1990, dalam warkah BPN Labuan Bajo.
Fakta kelima, obyek tanah dari surat yang disebut palsu oleh Pelapor itu, diakuinya bahwa tanah surat itu tidak untuk lokasi tanah Terlapor.
Demikian fakta-fakta tersebut sebagaimana disampaikan oleh salah satu tim Kuasa Hukum yang mendampingi Terlapor, Dr. Rizal Akbar Maya Poetra atau Rizal sapaan akrabnya, Selasa (16/12/2025)
Di sisi lain, sebelumnya pernah diberitakan, yaitu tentang keterangan kesaksian Hj Ramang Ishaka (red-anak Fungsionaris adat alm.Isaha). Ia adalah saksi kunci dalam sidang Pengadilan Tipikor Kupang tentang 30 ha tanah Pemda di Kerangan Labuan Bajo 2021.
Dimana Hj Ramang mengatakan, di bawah sumpah bahwa, "Semua alas hak Nikolaus Naput dan Beatrix Seran (red-istrinya) sudah dibatalkan oleh ayahnya Ishaka selaku fungsionaris adat pada 17 Januari 1998. Hal ini dikarenakan tanah tersebut tumpang tindih di atas tanah warga dan sebagian di atas tanah Pemda".
"Pelapor ini, Muhamad Syair dan Johanis van Naput ini, tidak dapat menjelaskan di sidang gelar perkara berapa kerugian baik materiil maupun immateriil. Padahal itu syarat dari pasal 263 (ayat 1 dan 2) KUHP. Karena elapor sendiri menjelaskan bahwa tanah itu sudah dibeli Santosa Kadiman saat PPJB Januari 2014. Sebaliknya, ketika surat alas hak yang tidak ada aslinya itu tumpang tindih di atas tanah ahli waris Ibrahim Hanta, justru ahli waris IH dirugikan sekitaran tiga ratus milyar," kata Rizal dalam keterangan persnya, Jumat (19/12/2025) di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Pada saat bersamaan saat ini, Santosa Kadiman dkk digugat oleh 5 dari 8 pemilik tanah 4,1 ha Bukit Kerangan, Labuan Bajo, Dimana tanah itu tiba-tiba diduduki Santosa Kadiman dan di atas tanah itu dipasang spanduk surat alas hak 21 Oktober 1991 (red-bukan 10 Maret 1990 ) yang justru surat-surat itu sudah dibatalkan pasa 1998," kata Jon Kadis, S.H., yang juga satu dari anggota tim Kuasa Hukum. (red).
