masukkan script iklan disini
Media DNN - Ketapang, Kalbar | Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban seorang pelajar SMP berusia 14 tahun di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, menuai sorotan tajam. (08/5/2025).
Keluarga korban menyatakan kekecewaan mendalam terhadap penanganan perkara oleh Kepolisian Sektor (Polsek) Sandai yang dinilai lamban, tidak profesional, bahkan terkesan menghindar dari tanggung jawab penegakan hukum.
Menurut kesaksian keluarga, laporan pertama sempat gagal dibuat pada 22 April 2025 karena alasan pemadaman listrik.
Laporan kemudian baru ditindaklanjuti pada 30 April, saat korban diperiksa dan diarahkan untuk melakukan visum. Namun dalam proses selanjutnya, Polsek Sandai tidak melanjutkan penyidikan secara tuntas.
Pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) sempat dijadwalkan, namun tertunda hingga malam hari, dan akhirnya dibatalkan dengan alasan mengejutkan: “Polsek tidak memahami kasus ini dan menyarankan pelapor ke Polres Ketapang.
Dalam konfirmasi via panggilan WhatsApp dengan media, Kanit Reskrim Polsek Sandai, Carles, menyampaikan secara terbuka bahwa pihaknya tidak memahami penanganan kasus narkoba maupun TPPO anak di bawah umur. Ia bahkan meminta agar media menyampaikan kepada pimpinan Polres Ketapang untuk mengganti jajaran Polsek Sandai yang dianggap tidak kompeten.
Pernyataan ini mendapat tanggapan keras dari keluarga korban yang merasa ditelantarkan oleh aparat hukum. “Jika polisi semua diam, kami keluarga yang akan menegakkan keadilan untuk anak kami,” tegas A, ayah korban.
Menanggapi kasus ini, pakar hukum dan kebijakan publik Dr. Herman Hofi Munawar menyatakan bahwa sikap Polsek Sandai mencederai prinsip dasar penegakan hukum.
“Polsek adalah garda terdepan pelayanan masyarakat dan tidak memiliki alasan hukum untuk menolak laporan pidana. Apalagi kasus TPPO yang menyangkut pelanggaran serius terhadap hak anak dan hukum internasional,” ujarnya.(8/5).
Menurut Dr. Herman, tindakan Polsek Sandai yang menolak atau menghindari penanganan kasus TPPO merupakan bentuk kelalaian yang dapat mencoreng institusi Polri secara keseluruhan. “Pemahaman terhadap UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO adalah keharusan mutlak bagi setiap aparat penegak hukum, bukan pilihan,” tegasnya.
Ia menambahkan, TPPO telah menjadi isu nasional dan internasional dengan instruksi khusus dari pemerintah dan Kapolri untuk ditangani secara cepat, tepat, dan serius.
“Jika ada Polsek yang menyatakan ‘tidak paham’ soal TPPO, maka itu patut dipertanyakan kapasitas dan integritasnya. Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga soal keberpihakan terhadap korban dan keadilan,” tutupnya.
Mengingat beratnya kasus dan minimnya respon yang memadai, keluarga korban mendesak agar Polres Ketapang, khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), segera mengambil alih dan menindaklanjuti perkara ini secara menyeluruh dan profesional.
Untuk Informasi Lebih Lanjut, Hubungi: Roesliyani. (JN//86/Red).