masukkan script iklan disini
Media DNN - Kalbar | Insiden intimidasi terhadap dua wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik di Desa Sungai Ayak Dua, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, pada 27 Juni 2025, kini menjadi sorotan publik nasional. Tindakan sekelompok warga yang melarang wartawan masuk dan memberitakan peristiwa negatif di wilayah tersebut dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers.
Pakar hukum tata negara dan pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai bahwa kejadian ini bukan hanya serangan terhadap individu wartawan, melainkan bentuk nyata pembungkaman pers dan ancaman langsung terhadap demokrasi.
Kepolisian memiliki dasar hukum yang sangat cukup untuk menindak tegas pelaku intimidasi tersebut. Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, KUHP, dan KUHAP, tindakan menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik adalah perbuatan pidana,” tegas Dr. Herman pada Minggu, 29 Juni 2025.
Pelaku Diduga Langgar UU Pers, KUHP, dan UUD 1945
Menurut Dr. Herman, unsur pidana dalam kasus ini sudah sangat jelas:
Intimidasi verbal dan fisik terhadap wartawan, yang melanggar Pasal 335 KUHP dan Pasal 18 UU Pers.
Pelarangan masuk dan peliputan terhadap isu negatif, yang merupakan bentuk penyensoran, melanggar Pasal 4 dan 18 UU No. 40/1999.
Tindakan dilakukan secara bersama-sama atau terkoordinasi, sehingga dapat dijerat Pasal 55 KUHP.
Jika dilakukan oleh aparatur pemerintah di tingkat desa atau kecamatan, maka bisa diancam dengan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat.
Ini bukan delik aduan. Polisi tidak perlu menunggu laporan. Jika mereka lambat bertindak, publik patut curiga ada oknum aparat di balik aksi pembungkaman ini,” ujar Dr. Herman.
Dr. Herman menekankan bahwa intimidasi terhadap jurnalis bukan persoalan pribadi, melainkan serangan terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945.
Ketika jurnalis dibungkam, maka masyarakat kehilangan hak atas informasi. Ini adalah lonceng bahaya bagi demokrasi. Negara wajib hadir membela kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi,” lanjutnya.
Ia menyerukan agar aparat penegak hukum segera bertindak tanpa pandang bulu, untuk menunjukkan keberpihakan pada hukum dan demokrasi.
Aparat harus menunjukkan komitmen serius. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi jurnalisme dan keadaban publik,” tutup Dr. Herman.
Kasus ini masih dalam sorotan publik Kalimantan Barat dan nasional. Redaksi terus memantau perkembangan penanganan dari kepolisian daerah dan menanti langkah tegas dari Polres Sekadau maupun Polda Kalbar.
"Kami mengingatkan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari hak konstitusional warga negara dan tak boleh diganggu oleh siapa pun." pungkasnya. (JN 98 /Red).