masukkan script iklan disini
Media DNN - Batam | Tim media menemukan sebuah "gudang berpagar merah marun" Batu Merah, kec Batu Ampar, Kota Batam kepulauan riau,(Kepri), yang menimbulkan kecurigaan. Di depan pagar gudang terpasang "papan peringatan besar bertuliskan “AWAS!!! DILARANG MASUK, ADA ANJING GALAK”, namun setelah diamati, tidak terlihat anjing penjaga di sekitar lokasi. Peringatan ini menimbulkan tanda tanya: "untuk siapa tulisan itu ditujukan? Apakah itu sarana untuk menghalangi akses wartawan dan menakut-nakuti masyarakat? Atau merupakan bentuk intimidasi terhadap siapa pun yang berusaha menginvestigasi aktivitas di dalam gudang?
Dari hasil pantauan tim, "gudang ini sangat tertutup dengan aktivitas yang jarang terlihat". Ketika ada kegiatan, pintu hanya dibuka sejenak sebelum ditutup rapat. Perilaku ini memperkuat dugaan bahwa tempat tersebut berfungsi sebagai "gudang siluman"—lokasi kegiatan yang tidak transparan dan tersembunyi dari pantauan publik.
"Lebih lanjut", sejumlah sumber menyebutkan bahwa aktivitas di gudang beras tersebut telah berlangsung cukup lama. Dugaan kuat muncul bahwa ada keterlibatan oknum yang memberi “perlindungan”, sehingga operasional gudang beras ilegal itu tetap berjalan mulus tanpa hambatan hukum maupun pengawasan ketat dari instansi terkait. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang bermain di balik layar, dan sampai kapan pembiaran ini terus berlangsung?
"Selain itu", di balik keberadaan gudang beras ini, tidak ditemukan papan nama perusahaan, plang legalitas, ataupun dokumen perizinan resmi yang terpampang di lokasi. Tidak adanya informasi yang transparan semakin memperkuat dugaan bahwa aktivitas yang dijalankan melanggar ketentuan perundang-undangan. Hal ini bukan hanya berpotensi merugikan negara dari sisi pajak dan retribusi, tetapi juga membuka ruang bagi praktik ilegal seperti pengoplosan dan distribusi tanpa pengawasan. Keberadaan gudang tanpa identitas resmi ini patut dicurigai sebagai bagian dari sistem yang sengaja disembunyikan untuk menghindari kewajiban hukum.
Jika benar papan yang bertuliskan “awas DILARANG MASUK Ada anjing galak” digunakan untuk "menghalangi kerja jurnalis", maka hal ini melanggar hak atas kebebasan pers yang dijamin dalam "Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers", khususnya Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 18 ayat (1).
Lebih jauh, jika gudang ini digunakan untuk kegiatan usaha tanpa izin, maka bisa melanggar "UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup" serta "UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan". Instansi terkait seperti "Satpol PP, Dinas Perindustrian, Dinas Lingkungan Hidup, dan aparat kepolisian" perlu segera menindaklanjuti laporan ini dengan menelusuri izin operasional gudang, jenis kegiatan di dalamnya, serta potensi pelanggaran hukum lainnya.
Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam gudang berwarna merah marun tersebut. Penutupan akses informasi dan intimidasi terhadap media merupakan ancaman terhadap transparansi, hukum, dan keadilan publik. Dengan fakta ini, "pemerintah dan aparat penegak hukum diminta segera bertindak", melakukan investigasi terhadap legalitas beras, izin distribusi, dan operasional gudang.
Saat tim media melakukan pengintaian lebih lanjut, terungkap bahwa "gudang tersebut merupakan tempat penyimpanan dan distribusi beras". Sebuah mobil lori berwarna putih terlihat keluar dari dalam area gudang. Tim media mengikuti mobil tersebut secara diam-diam dan mendapati bahwa mobil itu mengantarkan beras ke sejumlah toko grosir di wilayah Jodoh. Temuan ini memperkuat kecurigaan bahwa aktivitas di dalam gudang bersifat komersial dan berlangsung rutin, meskipun tersembunyi dari pengawasan publik.
Distribusi logistik yang dilakukan tanpa identitas resmi pada kendaraan menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas, izin edar, serta pengawasan dari instansi terkait. Pertanyaan muncul: ""Apakah beras yang didistribusikan memenuhi standar izin edar dari Dinas Perdagangan dan BPOM? Apakah distribusi telah melalui pengawasan Bea Cukai?""
Dalam penelusuran lebih lanjut, tim media menyaksikan sebuah "mobil L300 (Eltor)" keluar dari gudang dengan "muatan karung beras berlebih". Sopir mengaku bahwa muatan itu adalah milik Pak Yusup, yang berniat membawanya ke luar pulau TANJUNG UBAN Dan TANJUNG PINANG. Aktivitas ini, dilaksanakan tanpa identitas perusahaan resmi dan pengawasan, mengindikasikan kemungkinan praktik "mafia beras" yang menyusup ke dalam sistem distribusi pangan.
Dari sudut pandang hukum, aktivitas ini melanggar "Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan", khususnya Pasal 56 dan Pasal 58 yang mengatur tentang keamanan dan distribusi pangan. Pertanyaan kritis muncul: ""Di mana peran Bea Cukai? Apakah prosedur karantina dan izin edar dijalani oleh barang ini?"" Jika tidak diatasi, potensi preseden buruk tercipta, memperkuat dugaan jaringan mafia beras yang merugikan ketahanan pangan nasional.
Kami akan terus menggali informasi lebih dalam terkait aktivitas mencurigakan di gudang berpagar merah marun yang berlokasi di Batu Merah, Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau. Kegiatan di dalam gudang tersebut terkesan tidak transparan dan tertutup dari pantauan publik.
Kami mendesak Satpol PP, Dinas Perindustrian, Dinas Lingkungan Hidup, serta aparat kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan ini. Penelusuran terhadap izin operasional dan aktivitas di dalam gudang tersebut perlu dilakukan secara menyeluruh untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik pagar merah itu. (FS).
*bersambung...*
