masukkan script iklan disini
Media DNN - Bali | Sidang kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana LPD Anturan yang menjerat NAW kini terus berjalan, yang mana gelar sidang kali ini beragendakan yaitu pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buleleng yang digelar secara online (virtual) pada hari Senin (20/3/2023) pukul 14.00 wita.
Sidang tuntutan merupakan proses seorang terdakwa diadili di pengadilan atas tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Mengutip Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP, pembacaan tuntutan terdakwa dilakukan setelah proses pemeriksaan bukti-bukti telah selesai.
Dalam pertimbangan Penuntut Umum, Terdakwa NAW telah terbukti melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Cq Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan sebesar Rp 151.462.558.438,56 (seratus lima puluh satu milyar empat ratus enam puluh dua juta lima ratus lima puluh delapan ribu empat ratus tiga puluh delapan rupiah lima puluh enam sen).
Hal ini sebagaimana laporan dari hasil pemeriksaan khusus penghitungan kerugian keuangan Negara atas penyalahgunaan wewenang pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan Kecamatan Buleleng, Nomor : X.710/181/ITDA/2022 Tanggal 24 Februari 2022, yang terdiri dari Selisih nilai kas di Bank (Neraca) dengan nilai rekening koran (sebenarnya) sebesar Rp. 1.065.576.156,96, Pencairan Kredit Fiktif (Tanpa akad Kredit) sebesar Rp. 148.549.820.956,00 dan Bagian Laba Bersih yang dibagikan (40%) sebesar Rp. 1.847.161.325,60.
Selain itu, dalam persidangan terungkap fakta terdakwa NAW telah mempergunakan uang hasil penjualan tanah kavling milik LPD Desa Adat Anturan, kurang lebih sebesar Rp 775.000.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima juta rupiah) untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan usaha pengelolaan LPD Desa Adat Anturan diantaranya untuk melakukan kegiatan Tirta Yatra, dan pembagian uang hasil kegiatan penjualan tanah kavling ke beberapa pengurus dan pengawas LPD Desa Adat Anturan serta rekan-rekan terdakwa dalam bentuk reward/bonus sebesar Rp 2.596. 500.000,- (dua milyar lima ratus sembilan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah).
Dan penggunaan uang kas LPD Desa Adat Anturan untuk kepentingan terdakwa sendiri dengan cara mentransfer uang LPD Desa Adat Anturan kepada Ida Ayu Wijayanti sebesar Rp 397.750.000,00 (tiga ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dalam kurun waktu Tahun 2019 s/d Tahun 2020, dimana penggunaan dana LPD Anturan tersebut belum / tidak masuk dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan Negara dari Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng, Nomor: X.710/181/ITDA/2022, tanggal 24 Februari 2022, sehingga Dengan demikian Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara Cq Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan yang timbul akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa NAW menjadi sebesar Rp 155.231.808.438,56 (seratus lima puluh lima milyar dua ratus tiga puluh satu juta delapan ratus delapan ribu empat ratus tiga puluh delapan rupiah lima puluh enam sen).
Dengan perhitungan sebesar Rp 151.462.558.438,56 (Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng Nomor: X.710/181/ITDA/2022, tanggal 24 Februari 2022) + Rp 775.000.000,- (penggunaan uang hasil penjualan tanah kavling untuk melakukan kegiatan Tirta Yatra) + Rp 2.596. 500.000,- (pembagian uang hasil kegiatan penjualan tanah kavling dalam bentuk reward/bonus) + Rp 397.750.000,- (penggunaan uang kas LPD Desa Adat Anturan untuk dikirimkan kepada kepada Ida Ayu Wijayanti).
Sementara dalam tuntutannya dimana Penuntut Umum telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan pada diri Terdakwa NAW yakni : Perbuatan terdakwa sangat bertentangan dengan program Pemerintah dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, yang mana perbuatan terdakwa mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara Cq Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan sebesar Rp155.231.808.438,56 (seratus lima puluh lima milyar dua ratus tiga puluh satu juta delapan ratus delapan ribu empat ratus tiga puluh delapan rupiah lima puluh enam sen),
Disangkakan bahwa terdakwa telah menikmati hasil dari perbuatan korupsi yang dilakukannya dan Perbuatan pidana korupsi yang diperbuat terdakwa telah dilakukan secara berlanjut sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2019.
Dan hal-hal yang meringankan, yakni : terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan, terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan terdakwa belum pernah dihukum.
Selanjutnya, yang mana Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan terdakwa NAW terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, menjatuhkan pidana 18 (delapan belas) Tahun 6 (enam) Bulan dikurangi sepenuhnya selama terdakwa berada dalam tahanan.
Sementara dengan perintah terdakwa tetap di tahan dan denda sebesar Rp 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dipidana kurungan selama 6 (enam) Bulan serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 155.231.808.438,56 (seratus lima puluh lima milyar dua ratus tiga puluh satu juta delapan ratus delapan ribu empat ratus tiga puluh delapan rupiah lima puluh enam sen) paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka dipidana dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) Tahun.
Lebih lanjut setelah pembacaan tuntutan dari JPU, sidang ditunda dan dilanjutkan pada hari Senin tanggal 27 Maret 2023 dengan agenda pembacaan pledoi / pembelaan dari Terdakwa NAW maupun Penasihat Hukum NAW. (Smt).